Selasa, 25 Februari 2014 | 12:32 WIB
TEMPO.CO, Sydney - Pemberitaan majalah berita mingguan Tempo bertajuk Astaga! Label Halal edisi 24 Februari-2 Maret 2014 menjadi pembicaraan di media massa Australia. The Australian, situs berita di Negeri Kanguru, membahas laporan Tempo itu dalam artikel berjudul Australia Caught in 'Cash-for-Halal' Claim.
"Badan halal di Indonesia dituduh meminta puluhan ribu dolar dalam bentuk sumbangan dan biaya perjalanan dari bisnis Australia," tulis The Australian, Senin, 24 Februari 2014.
The Australian menulis bahwa majalah Tempo melaporkan bila daging yang masuk ke negara itu harus bersertifikat halal, sesuai dengan pedoman Islam. Pemberi sertifikat adalah Majelis Ulama Indonesia. Dan pelaku bisnis Australia yang berusaha mendapatkan sertifikat halal itu harus membayar donasi dalam jumlah besar ke MUI. Juga membayar tagihan perjalanan wakil dari MUI yang akan berkunjung. (Baca juga: Sertifikat Halal MUI Itu Harusnya Gratis tapi...)
"Kepala Otoritas Sertifikasi Halal yang berbasis di Sydney, Mohammer El-Mouelhy, mengatakan ke Tempo, meski dia setuju dengan persyaratan, dia tidak pernah mendapatkan label halal dan tak diberi tahu sebabnya," tulis The Australian.
Sementara menurut Direktur Pengolah Daging JBS Australia John Berry, tingginya biaya sertifikasi halal membatasi bisnis eksportir daging yang berurusan dengan Indonesia.
Setiap produk daging atau makanan yang masuk ke Indonesia pun harus mendapat sertifikat halal dari lembaga sertifikasi lokal di Australia. Lembaga ini hanya bisa memberikan sertifikat halal jika mendapatkan lisensi dari Majelis Ulama Indonesia. Dua lembaga cukup besar yang mendapat lisensi dari MUI adalah Islamic Coordinating Council of Victoria yang berbasis di Melbourne dan SICMA yang berbasis di Sydney. (Baca juga: Ada Petinggi MUI di Balik Patgulipat Label Halal)
Seperti dilansir majalah Tempo edisi pekan ini, jika sebuah perusahaan ingin mendapat sertifikat halal, ia harus mengajukan permohonan kepada lembaga-lembaga ini. Lembaga tersebut lantas mengirimkan auditor mereka untuk menilai apakah perusahaan tersebut dan produknya telah memenuhi standar halal.
THE AUSTRALIAN | CORNILA DESYANA
"Badan halal di Indonesia dituduh meminta puluhan ribu dolar dalam bentuk sumbangan dan biaya perjalanan dari bisnis Australia," tulis The Australian, Senin, 24 Februari 2014.
The Australian menulis bahwa majalah Tempo melaporkan bila daging yang masuk ke negara itu harus bersertifikat halal, sesuai dengan pedoman Islam. Pemberi sertifikat adalah Majelis Ulama Indonesia. Dan pelaku bisnis Australia yang berusaha mendapatkan sertifikat halal itu harus membayar donasi dalam jumlah besar ke MUI. Juga membayar tagihan perjalanan wakil dari MUI yang akan berkunjung. (Baca juga: Sertifikat Halal MUI Itu Harusnya Gratis tapi...)
"Kepala Otoritas Sertifikasi Halal yang berbasis di Sydney, Mohammer El-Mouelhy, mengatakan ke Tempo, meski dia setuju dengan persyaratan, dia tidak pernah mendapatkan label halal dan tak diberi tahu sebabnya," tulis The Australian.
Sementara menurut Direktur Pengolah Daging JBS Australia John Berry, tingginya biaya sertifikasi halal membatasi bisnis eksportir daging yang berurusan dengan Indonesia.
Setiap produk daging atau makanan yang masuk ke Indonesia pun harus mendapat sertifikat halal dari lembaga sertifikasi lokal di Australia. Lembaga ini hanya bisa memberikan sertifikat halal jika mendapatkan lisensi dari Majelis Ulama Indonesia. Dua lembaga cukup besar yang mendapat lisensi dari MUI adalah Islamic Coordinating Council of Victoria yang berbasis di Melbourne dan SICMA yang berbasis di Sydney. (Baca juga: Ada Petinggi MUI di Balik Patgulipat Label Halal)
Seperti dilansir majalah Tempo edisi pekan ini, jika sebuah perusahaan ingin mendapat sertifikat halal, ia harus mengajukan permohonan kepada lembaga-lembaga ini. Lembaga tersebut lantas mengirimkan auditor mereka untuk menilai apakah perusahaan tersebut dan produknya telah memenuhi standar halal.
THE AUSTRALIAN | CORNILA DESYANA
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !